Yahudi Bangsat

Yahudi Bangsat
no think

Minggu, 03 April 2011

Diplomasi Munafik Yahudi

Penarikan pemukim Yahudi di Jalur Gaza dan Tepi Barat oleh Pemerintah Israel bukan suatu jaminan, bahwa pemerintah Israel dan bangsa Yahudi akan merelakan tanah Palestina untuk rakyat dan bangsa Palestina. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah bangsa Yahudi yang memang kurang bisa memegang atau menepati janjinya sendiri.
Ketika negara Israel berdiri tanggal 14 Mei 1948, berdasar perjanjian Bolfour yang disponsori oleh Inggris, Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1947 telah merencanakan berdirinya negara-negara Palestina dan Yahudi. Dengan cepat, pasukan Yahudi segera mengamankan wilayah-wilayah yang diperuntukkan untuk mereka dan kemudian meluaskannya ke bagian-bagian Palestina yang diperuntukkan untuk negara Palestina. Tentu saja hal tersebut menyulut perang antara Yahudi dan Arab dan berkelanjutan sampai saat ini. Namun sejarah terhempasnya Palestina adalah dimulai ketika terjadi perang pertama yang terbagi dalam dua babak antara bangsa Arab dan Yahudi pada tahun 1947 hingga 6 Januari 1949. Babak pertama ditandai dengan pasukan regular Yahudi melawan pasukan nonregular Arab, dan kedua ditandai dengan peperangan antar unit-unit Yahudi dan lima angkatan bersenjata Arab yang memasuki Palestina sehari setelah berdirinya negara Israel 14 Mei 1948 (Paul Findley, mantan anggota Kongres Amerika Serikat).
Kebohongan-kebohongan Yahudi
Pertama, ketika Golda Meir menjadi Perdana Menteri Israel tahun 1975 yang menyatakan bahwa ‘kami, tentu saja, sama sekali tidak siap untuk perang’. Faktanya, pada hari dikeluarkannya Rencana Pembagian PBB 29 Nopember 1947, Yahudi telah menggerakkan mesin perangnya dengan merekrut pemuda berumur 17-25 tahun. Pada tanggal 5 Desember 1947, pemimpin zionis, David Ben-Gurion memerintahkan aksi segera untuk memperluas pemukiman Yahudi di tiga daerah yang diserahkan oleh PBB kepada negara Arab Palestina. Rencana ini dikenal dengan Rencana Militer Gimmel, yang tujuannya adalah mengulur-ulur waktubagi mobilisasi kekuatan Yahudi dengan merebut titik-titik strategis yang dikosongkan oleh Inggris untuk meneror penduduk Arab agar menyerah. Pasukan bawah tanah Yahudi, Haganah, merealisasikan rencana tersebut dengan menyerang desa Palestina, Khissas, bagian utara Galilee. Ben Gurionlah yang harus bertanggungjawab penyerangan agresif Yahudi terhadap milik dan warga Palestina. Dengan demikian, Yahudi sejak awal sudah memersiapkan diri untuk perang, bukan sebaliknya seperti kata Golda Meir.
Kedua, Jacob Tzur, seorang zionis menyatakan bahwa ‘perang total dipaksakan pada bangsa Yahudi’. Faktanya, angkatan bersenjata Israel sudah bergerak dalam waktu beberapa minggu setelah rencana Pembagian PBB tahun 1947. Sebaliknya, baru pada tanggal 30 April 1948 untuk pertamakalinya para kepala staf angkatan bersenjata Arab bertemu untuk membuat rencana interveni militer. Hal ini diperkuat oleh ucapan ahli sejarah Israel, Simha Flapan, bahwa ‘para pemimpin Arab masih berusaha keras untuk menemukan rumusan penyelamat muka yang dapat membebaskan mereka dari tuduhan-tuduhan melancarkan aksi milter.’
Ketiga, Yigal Allon, Wakil Perdana Menteri Israel 1970 menyatakan ‘bangsa Arab mempunyai keunggulan yang luar biasa dalam potensi, sukarelawan, atau sumberdaya manusia dari para wajib militer.’ Faktanya, orang-orang Yahudi di Palestina selalu mempunyai senjata-senjata yang lebih baik dan lebih banyak dibanding dengan orang-orng Palestina atau orang-orang Arab lainnya, sementara Amerika dan Barat mengembargo senjata kepada dua komunitas bangsa tersebut. Pasokan senjata Yahudi diperoleh dari Cekoslovakia dan para zionis Amerika, antara lain dari Rudolf G. Sonneborn, seorang industrialis-jutawan New York, Adolph William Schwimmer kelahiran Austria, dan Teddy Kollek yang mengetuai pembelian senjata bawah tanah di New York, yang kemudian hari menjadi walikota Jerussalem Barat yang masuk wilayah Yahudi.
Keempat, Chaim Weizmann, Presiden sementara Israel 1948 menyatakan ‘musuh-musuh kami telah gagal mengalahkan kami melalui kekuatan bersenjata meskpun jumlah mereka jauh melebihi kami, duapuluh berbanding satu.’ Faktanya, jumlah pasukan bersenjata yang telah terletih jauh melebihi jumlah seluruh pasukan yang diterjunkan di medan peang oleh lima negara Arab pada 15 Mei 1948. Di garis depan jumlah pasukan Israel 27.400 orang, sedangkan dari negara-negara Arab 13.876. Dinas intelijen Amerika Serikat memperkirakan, Yahudi mempunyai pasukan sebanyak 40.000 orang dan milisi sebanyak 50.000, sebaliknya pasukan Arab hanya berjumlah 20.000 orang, dan gerilyawan berjumlah 13.000 orang.
Kelima, Terrence Prittie dan B. Dineen, The Double Exodus 1976 menyatakan, ‘orang-orang Arab demikian kuatnya pada 1948 sehingga banyak ahli militer mengira Israel akan segera terkalahkan.’ Faktanya, Israel memiliki banyak kelebihan dalam hal pasukan dan persenjataan, sehingga tidak pernah ada keraguan di kalangan para pengamat, bahwa Israel akan memenangkan perang. Bahkan ahli sejarah Benny Morris menyimpulkan ‘Yishuv (komunitas Yahudi di Palestina) secara militer maupun administratif jauh lebih unggul dibanding orang-orang Arab Palestina.’
Keenam, Golda Meir, mantan Perdana Menteri Israel 1972 menmyatakan ‘kami pun mempunyai kelompok-kelompok teroris sendiri semasa perang kemerdekaan: Stern, Irgun … Namun tidak satu pun di antara mereka yang menyelubungi diri dengan kekejian sedemikain rupa sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang terhadap kami.’ Faktanya, dalam periode 1947-1948 yang mengkibatkan kelahiran negara Israel, terorisme marak di Palestina, dilancarkan, terutama oleh kaum zionis. RD Wilson, seorang mayor Inggris tahun 1948, menyatakan bahwa para zionis melakukan serangan-serangan biadab atas desa-desa Arab, di mana mereka tidak membedakan antara kaum wanita dan anak-anak yang mereka bunuh setiap ada kesempatan.’
Ketujuh, David Ben-Gurion seorang zionis senior pada pertengah 1915 menyatakan bahwa ‘kami tidak bermaksud menyingkirkan orang-orang Arab, mengambil anah mereka atau merampas warisa mereka.’ Faktanya, setelah penaklukan tanah Arab pada perang 1948, terjadi perampasan yang disusul penyitaan kekayaan Palestina oleh orang-orang Yahudi. Menurut ahli sejarah Israel, Tom Segev menyatakan bahwa orang-orang Yahudi melakukan penjarahan dan perampasan. Salah seorang menteri pada awal negara Israel, Aharon Cizling mengeluh bahwa ‘sungguh memalukan, mereka memasuki sebuah kota dan dengan paksa mencopot cicin dari jari dan perhiasan dari leher seseorang, banyak yang melakukan kejahatan itu.’
Kedelapan, AIPAC pada tahun 1992 menyatakan ‘bukti terbaik untuk menentang mitos (ekspansionisme Israel) ini adalah sejarah penarikan mundur Israel dari wilayah yang direbutnya pada tahun 1948, 1956, 1973 dan 1982.’ Faktanya, di tengah-tengah perang 1948, diplomat Inggris Sir Hugh Dow melaporkan bahwa ‘orang-orang Yahudi itu jelas ekspansionis’. Israel tidak pernah menyerahkan satu bagian penting pun dari tanah yang direbutnya pda tahun 1948. Israel menguasai daerah Palestina yang mencakup 745 kota kecil dan desa yang sebagian besar di antaranya kosong atau segera dibuat demikian.
Moshe Dayan, Menteri Pertahanan Israel tahun 1969 pernah mengatakan bahwa ‘tidak satu tempat pun yang dibangun di negeri ini yang sebelumnya tidak dihuni oleh penduduk Arab.’ Orang-orang Israel telah menyita 158.332 dari keseluruhan 179.316 unit perumahan, dan telah mengambialih 10.000 toko, 1.000 gudang, 90% kebun zaitun, dan 50% kebun jeruk, sehingga dapat menolong keseimbangan neraca pembayaran Israel, demikian kata Ian Lustick.
Diplomasi munafik ini masih terus berlanjut sampai abad ke-21, dan Amerika Serikat sebagai negara adidaya, berada di belakang semua ini. Karena memang lobi Yahudi Amerika sangat piawai menembus Gedung Putih, Pentagon, Senat dan Kongres Amerika Serikat. Akibatnya Arab, Islam dan khususnya Palestina akan gigit jari sampai kapan pun untuk memperoleh keadilan.
Artikel ini telah dimuat di majalah Amanah No. 66 TH XIX Oktober 2005 / Sya’ban – Ramadhan 1426 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar